Panduan Memberi Nama Anak

Primary tabs

Susunan: zain-ys

altKebanyakan isikandungan artikel ini adalah petikan dari al-Azkar al-Imam al-Nawawi dan pelbagai sumber lain. Dengan menyenaraikan 11 tajuk, semoga isikandungannya bermanfaat kepada semua.

Isikandungan:


001: Memberi nama anak

Tentang Nama-nama

Disunnahkan memberi nama bayi pada hari ketujuh dan kelahirannya atau pada hari kelahirannya.

Mengenai anjuran pada hari ketujuh adalah menurut riwayat Tirmidzi, dari Amr bin Syuaib, dari bapanya, dari datuknya, bahwa Nabi saw. menyuruh memberii nama bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya dan memotong tali pusatnya serta mengadakan akikah. (Tirmidzi menggolongkan sebagai hadis hasan.)

Dengan isnad sahih, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan lainnya meriwayatkan dari Samurah bin Jundub, bahwa Rasul saw. bersabda: “Setiap anak kecil tergantung dengan akikahnya yang disembelih baginya pada usia tujuh hari dan ia pun dicukur serta diberi nama.” Tirmidzi menggolongkan sebagai Hadis hasan sahih.

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim dan lainnya, dari Anas ra., bahwa Nabi saw. menyatakan: “Malam ini aku mendapat anak, maka kuberi nama dengan nama bapaku (Nabi) Ibrahim saw.”

Anas ra. berkata: ‘Abi Talhah mendapat anak, maka aku membawanya kepada Nabi saw., lalu beliau mengucup mulutnya dan menamainya Abdullah. (HR. Bukhari dan Muslim)

Sahal bin Saad As-Saidi ra. berkata: ‘Ketika AI-Mundzir bin Abi Usaid lahir, ia dibawa kepada Rasulullah saw. Beliau meletakkannya di atas pahanya sedang Abu Usaid duduk. Nabi terlupa oleh sesuatu di hadapannya. Lalu Abu Usaid menyuruh mengangkatnya dari alas paha beliau. Kemudian mereka membawanya pulang.

Nabi saw. teringat, lalu beliau bertanya: ‘Di mana anak kecil itu? Abu Usaid menjawab: Telah kami bawa pulang, wahai Rasulullah.’ Beliau bertanya: ‘Siapa namanya? Dijawab oleh Abu Usaid: ‘Fulan.’ Beliau bersabda: ‘Tidak, tetapi namanya Al-Mundzir. Maka beliau saw. menamakannya pada waktu itu Al-Mundzir.’ (HR. Bukhari dan Muslim)


002: Anjuran Memberi Nama yang Baik

Dengan isnad jayyid, Abu Daud meriwayatkan dari Abi Darda' ra. bahwa Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya kamu dipanggil pada hari kiamat dengan nama-namamu dan nama-nama bapa-bapamu, maka baikkanlah nama-namamu.”


003: Nama-nama yang Paling Disukai Allah

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasul saw. bersabda: “Sesungguhnya nama-namamu yang paling disukai Allah Azza wa Jalla adalah Abdullah dan Abdurrahman.”

Jabir ra. berkata: ‘Seorang lelaki di antara kami mendapat anak, maka Ia menamainya Al-Qasim. Kami berkata: ‘Kami tidak boleh menggelar kamu dengan Aba Al-Qasim dan tidak ada kemuliaan.’ Maka, orang itu memberitahu Nabi saw., lalu beliau bersabda: ‘Namakanlah putramu Abdurrahman.’ (HR. Bukhari dan Muslim)

Melalui Abi Wuhaib Al-Jasymi, Abu Daud, Nasa’i dan lainnya meriwayatkan bahwa Rasul saw. bersabda: "Gunalah nama nabi-nabi dan nama-nama yang paling disukai Allah Ta’ala adalah Abdullah dan Abdurrahman. Yang paling benar di antaranya adalah: Haris dan Hammam. Yang paling buruk di antaranya adalah Harb dan Murrah."


004: Anjuran memberi ucap selamat (Tahniah)

Anjuran Memberi Ucap Selamat dan Jawaban Orang yang Diberi Selamat

Dianjurkan memberi ucap selamat kepada orang yang mendapat anak.

Sahabat-sahabat Imam Nawawi berkata: Dianjurkan memberi ucap selamat sesuai dengan yang diriwayatkan dan Husein bin Ali ra bahwa ia mengajari orang memberi ucap selamat. Ia berkata: Ucapkanlah: Semoga Allah memberi berkat kepadamu dan anakmu. Semoga engkau bersyukur kepada Pemberinya (Allah SWT.). Semoga anak itu mencapai usia dewasa dan berbakti kepadamu.

Dianjurkan menjawab orang yang memberi ucap selamat dengan ucapan: Semoga Allah memberi berkat kepadamu. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Semoga Allah memberikan kepadamu yang seperti itu. Atau, semoga Allah memperbanyak pahalamu.


005: Larangan Memberi Nama yang Tidak Disukai

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw. bersabda: "Sesungguhnya nama yang paling rendah di sisi Allah Ta’ala adalah orang laki-laki yang memakai nama raja segala raja.”

Dalam suatu riwayat, Muslim menyebutkan: “Orang yang paling dimurkai di sisi Allah pada hari kiamat dan yang paling buruk adalah orang yang memakai nama raja segala raja, sedangkan tidak ada raja selain Allah.”


006: Larangan Memanggil Bapa dan Gurunya dengan Namanya

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. melihat seorang lelaki bersama anak kecil. Beliau bertanya kepada anak itu: ‘Siapa ini?’ Anak itu menjawab: ‘Bapaku. Beliau bersabda: ‘Jangan berjalan di depannya, jangan berbuat keburukan, jangan duduk sebelum dia duduk dan jangan memanggil dengan namanya.’

Ibnu Abbas ra. berkata: ‘Dulunya Juwairiyah bernama Barroh, maka Rasulullah saw. mengubahnya menjadi Juwairiyah. Beliau tidak suka dikatakan keluar dari rumah si Barroh.’

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Said ibn Al-Musayyib bin Hazan, dari bapanya, bahwa bapanya datang kepada Nabi saw. Beliau bertanya: ‘Siapa namamu?’ Ia menjawab: ‘Hazan (tanah keras). Beliau bersabda: ‘Namamu Sahal (mudah).’ Orang itu berkata: ‘Aku tidak mau merubah nama yang diberikan bapaku.’ Ibn Al-Musayyib berkata: ‘Maka tetaplah kami memiliki sifat kekerasan hati.’

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dari Muslim, dari Ibnu Umar ra., bahwa Nabi saw. mengganti nama Ashiyah (suka melawan) dengan Jamilah (cantik).

Dalam Sunan Abu Daud, Nasa’i dan lainnya disebutkan bahwa ketika Suraih Hani’ Al-Haritsi datang bersama kaumnya kepada Rasulullah saw., beliau mendengar mereka menjulukinya dengan Abi Al-Hakim (bapa Hakim). Maka, Rasulullah saw. memanggilnya seraya bertanya:

‘Sesungguhnya Allah adalah Hakim dan Dialah yang memutuskan hukum. Lantas, kenapa engkau dijuluki Abi Al-Hakim?’ Ia menjawab: ‘Sesungguhnya jika kaumku berselisih tentang suatu hal, mereka datang kepadaku lalu aku putuskan di antara mereka sehingga masing-masing pihak merasa puas.’

Mendengar itu, Nabi saw. memujinya dan bertanya: ‘Alangkah baiknya hal ini, siapakah nama anakmu?’ Abu Suraih menjawab: ‘Anak-anak saya bernama Suraih, Muslim dan Abdullah.’ Beliau bertanya: ‘Siapakah yang terbesar di antara mereka?’ Aku menjawab: ‘Suraih.’ Beliau berkata: ‘Maka engkau adalah Abu Suraih (bapa si Suraih).’


007: Larangan dan Kebolehan Menyebut Gelaran Orang

1. Larangan

Allah SWT. berfirman: ...Janganlah kamu saling menggelarkan dengan gelaran yang buruk...” (QS. Al-Hujurat: 11)

Para ulama telah sepakat atas pengharaman menggelarkan orang dengan gelaran yang tidak disenanginya, baik hal itu adalah sifatnya, seperti si buta, si pincang, si mata satu, si belang, Si kuning, si bongkok, si tuli, si biru, si sumbing, si lumpuh dan sebagainya, atau merupakan sifat bapanya, ibunya atau selain itu yang tidak disukai.

 Para ulama juga sepakat atas bolehnya menyebutnya sebagai pengenalan bagi orang yang tidak boleh mengenalnya melainkan dengan cara itu.

 2. Yang dibenarkan

Di antaranya Abu Bakar As-Siddiq ra. Namanya Abdullah bin Usman, julukannya Atiq. Inilah yang sahih yang disepakati oleh sebagian besar ulama, para ahli hadis dan ahli sejarah.

Ada yang mengatakan namanya Atiq, seperti diceritakan oleh Al-Hafidh Abu Al-Qasim Ibnu Asakir dalam kitabnya Al-Atraf. Yang tepat adalah yang pertama dan para ulama sepakat bahwa itu adalah julukan yang baik.

Mereka berselisih pendapat tentang sebab penamaannya dengan nama Atiq. Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: ‘Abu Bakar adalah orang yang dibebaskan Allah dari api neraka.’ Ia (Aisyah) berkata: ‘Maka, sejak itu ia dinamai Atiq.’

Mush’ab Ibnu Zubair dan ahli nasab lainnya berkata: Ia dinamai Atiq, kerana dalam nasab-nya tidak terdapat sesuatu yang patut dicela dan ada yang mengatakan selain itu.’

Juga Abu Turab, sebagai julukan bagi Ali bin Abi Thalib ra. Gelaran lainnya adalah Abu al-Hasan.

Disebutkan dalam hadis yang sahih bahwa Rasulullah saw. mendapati Ali sedang tidur di masjid dan badanya berlumuran tanah. Maka beliau bersabda: ‘Bangunlah hai Aba Turab (bapa Tanah), bangunlah hai Aba Turab.’ Dengan demikian, tetaplah gelaran yang baik dan bagus ini padanya.


008: Gelaran bagi Orang yang Tidak Punya Anak

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan lainnya, dari Aisyah ra. yang berkata: ‘Ya Rasulullah, teman-temanku semua punya gelaran.’ Beliau bersabda: ‘Pakailah gelaran anakmu (anak saudaramu), Abdullah.’ Yang dimaksud adalah Abdullah bin Zubair, iaitu putra saudaranya, Asma’ binti Abu Bakar dan Aisyah digelar Ummu Abdullah (Ibu si Abdullah). Inilah yang sahih.

Adapun yang diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Aisyah ra. yang berkata: ‘Aku mengalami keguguran, maka Nabi saw. menamainya Abdullah dan menggelarkan aku dengan Ummu Abdullah.’ Maka ini adalah hadis yang dhaif


009: Larangan Memakai gelaran Abu Al-Qasim

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari sekelompok sahabat, di antaranya Jabir dan Abu Hurainah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Namailah (anak-anakmu) dengan namaku dan janganlah menggelarkan mereka dengan gelaranku.”

Para ulama berselisih pendapat mengenai gelaran dengan Abu Al-Qasim atas tiga pendapat. Imam Syafii ra. berpendapat bahwa tidak halal bagi seseorang memakai gelaran Abu Al-Qasim, baik namanya Muhammad atau bukan. Di antara yang meriwayatkan dari As-Syafii adalah para imam ahli hafaz yang patut dipercaya, para fuqaha dan ahli hadis, yaitu: Abu Bakar Al-Baihaqi, Abu Muhammad A1-Baghawi pada kitabnya At-Tahdzib dalam permulaan kitab Nikah dan Abu Al-Qasim Ibnu Asakir dalam Tarikh Damsyik. 

Mazhab kedua adalah mazhab Malik ra., bahwasanya boleh memakai gelaran Abu al-Qasim bagi yang bernama Muhammad dan bagi lainnya. Larangan itu khusus berlaku dimasa kehidupan Rasulullah saw.

Mazhab ketiga adalah, tidak dibolehkan bagi yang namanya Muhammad dan dibolehkan bagi yang lain.

Imam Abu Al-Qasim Ar-Rafii berkata: Nampaknya mazhab ketiga ini lebih tepat, karena orang-orang tetap memakai gelaran ini dari seluruh masa, tanpa ada pengingkaran. Pendapat yang disebutkan oleh yang empunya mazhab ini merupakan penyalahan yang jelas terhadap hadis itu.

Adapun kesempatan orang-orang yang melakukannya, padahal yang memakai gelaran itu adalah imam-imam ternama dan tokoh-tokoh utama, sedang mereka itu dijadikan teladan dalam urusan-urusan agama yang penting, maka hal itu menguatkan mazhab Malik mengenai bolehnya hal ini secara mutlak dan mereka telah memahami dan kehidupan itu pengkhususannya pada masa kehidupan Rasulullah saw., sebagaimana yang tersohor berupa sebab larangan itu dalam penggelaran orang Yahudi dengan Abu Al-Qasim dan pemanggilan mereka, hai Aba Al-Qasim, untuk mengganggu Rasululluh saw., sedang makna ini telah lenyap.


010: Dari sumber mana orang Arab menamakan anak mereka

Terjemahan dari: http://lahaonline.com/babynames/arabic/masader.asp

Ada pelbagai sumber yang menjadi asas orang-orang Arab memberi nama kepada anak-anak mereka. Iaitu mengambil sempena sesuatu. Mereka tidak akan memberi nama melainkan jika disebalik nama itu mempunyai makna.

Berikut ini disenaraikan antara sumber-sumber yang diamalkan oleh mereka dalam menamakan anak:

1. Sumber keagamaan: Agama telah begitu mendarah daging dalam diri manusia. Atas asas ini maka mereka ingin menzahirkannya melalui pemberian nama. Banyak nama-nama arab yang berteraskan keagamaan. Penganut Islam, contoh: Abdullah, Abdur Rahman, Tajuddin, Ahmad dan Muhammad.

Manakala penganut Kristian pula memberi nama: Ya'kub, Buthrus, Paulus dsbnya.

Para penyembah berhala pada zaman jahiliah memberi nama Abdul Uzza, Abdu Manah dan Abdul Laata, yang merupakan nama-nama yang cukup tersebar pada zaman jahiliah. Alhamdulillah, sekarang ini nama-nama berkenaan telahpun pupus. Tiada yang berhak disembah melainkan Allah Taala.

2. Bersumberkan nama-nama binatang: Terdapat berpuluh-puluh kabilah Arab yang menamakan kabilah mereka dengan nama binatang. Contoh: Kalb, kulaib, asad, fahd, yarbu', tsa'lab, namir, hishan, athrah dsbnya. Penamaan ini adakalanya kerana keistimewaannya atau kerana persahabatan mereka dengan bintang mereka atau kerana kemasyhurannya.

3. Bersumberkan nama-nama burung: Antara contohnya: Saqr, hammamah, syahin, 'iqab, haitam, ikrimah, nasr, yamamah, samamah, ushfur dll.


011: Faktor yang mendorong pemberian dengan nama tertentu

Terjemahan dari: http://lahaonline.com/babynames/arabic/masader.asp

Sebahagian dari perkara penting yang mendorong orang-orang Arab memberi nama kepada anak-anak mereka dengan nama-nama tertentu adalah (tidak semuanya baik dan dibenarkan menurut syariat Islam):

1. Mengambil berkat dan kebaikan dengan nama Allah, agama, nabi-nabi, rasul-rasul, para sahabat, para ulama dan ahli taqwa.

2. Kerana sikap optimis.

3. Setiap invidu dalam satu keluarga menggunakan nama-nama yang berasas kepada satu nama terbitan, seperti salim, saliim dan muslim. Atau umar, imran dan umair. Atau hamid, muhamad, ahmad dan hamd. Dan seterusnya.

4. Untuk lari dari musuh. Kerana itu kita akan dapati orang-orang Arab memberi nama anak mereka dengan nama binatang, seperti namir, sabu', tsaur. Dan dengan nama tumbuh-tumbuhan yang pahit atau berduri atau yang buruk dipandang. Contoh: Hanzalah, alqamah, qarzhah (pokok yang berduri). Atau sifat-sifat pembunuhan dan peperangan seperti qatlah, harb, thahum dan kinanah.

Sebaliknya mereka memberi nama kepada hamba-hamba mereka dengan nama yang baik. Seperti badar, nur, jauhar, qamar, subh, anas, qulub, jinan dan thurub.

Dikatakan bahawa kenapa orang-orang Arab memberi nama kepada anak-anak mereka dengan nama binatang atau yang seumpamanya, sedangkan hamba-hamba mereka diberi nama dengan nama yang baik?

Ini kerana, mereka memberi nama anak-anak mereka untuk musuh mereka dan memberi nama hamba-hamba mereka untuk diri mereka sendiri.

5. Berdasarkan kepercayaan mereka untuk memelihara seseorang dari hasad, roh-roh jahat dan jin. Sebab itulah kadangkala mereka memilih nama-nama yang mempunyai nama yang buruk.

6. Mengambil sempena masa atau situasi ketika anak mereka dilahirkan, seperti khamis, jum'ah, ramadhan, aid, harb, syuruq dan fajr.

7. Mengambil sempena nama tokoh-tokoh di dalam bidang politik, perang, keilmuan, sastera, seni dan sebagainya. Tujuannya kerana kemasyhuran tokoh-tokoh berkenaan atau dijadikan sebagai contoh teladan.

8. Untuk mendekatkan diri kepada pemerintah atau sebagai menyatakan kekaguman mereka kepada pemerintah berkenaan melalui jalan memberi nama dengan namanya.

9. Sebagai pengganti adik-beradik atau kaum kerabat yang telah mati melalui pemberian nama dengan nama mereka.

10. Sebagai pengaduan kerana telah banyak anak perempuan dalam sebuah keluarga, seperti memberi nama anak perempuan keempat dengan nama kafa, kelima muntaha dan keenam khitam.

11. Terdapat banyak lagi faktor-faktor yang mendorong penamaan orang-orang Arab untuk anak-anak mereka. Adakalanya kerana mahu membayar nazar yang dilakukan oleh salah seorang dari ibubapa mereka atau kedua-duanya. Atau kerana menunaikan mimpi oleh salah seorang dari dua ibubapa. Atau kerana mahu menyatakan keadaan kelahiran. Atau kerana berharap agar harapan dua ibubapa tertunai terhadap anaknya.


Tidak syak lagi bahawa Islam ketika datang telah memperbaharui dengan mengubah asas-asas kehidupan orang-orang Arab. Ia telah memberi kesan yang amat besar dalam mendorong pemberian nama kepada anak-anak mereka. Antaranya ialah:

1. Menghilangkan nama-nama berhala, seperti Abdul Uzza, Abdul Laata dll.

2. Memperelok nama-nama mereka kerana ketundukan kepada Allah dan RasulNya.